Thursday, September 22, 2016

Every Single One Counts

"Nobody lives forever in this world", semua orang mungkin mengerti betul arti kalimat ini.
Intinya, semua orang akan mati suatu saat, mau orang itu kaya atau miskin, tua atau muda, kita semua punya waktu yang terbatas untuk hidup di dunia ini.
But the world keeps on moving, we keep on living, even though we know someday we would die.

Manusia itu rapuh, alias gampang mati. Kena cancer bisa mati, ketabrak mobil bisa mati, nggak makan mati, nggak minum mati. Bahkan buat kalian pengguna gadget samsung galaxy note 7, kalian juga bisa mati!! Kalau misal waktu kalian telepon hpnya dideketin di kepala terus batrenya meledak, BUM!! Mati kan?

 Ada berbagai macam cara kita mati, mulai dari yang keren (misal: mati di medan perang membela negara), sampe yang paling konyol (misal: mati kena serangan jantung waktu nonton Annabelle).
Walaupun kita, manusia, itu rapuh, some of us have a strong mind. Some of us dream big, as if they could live forever. In their limited time, they did great things, heroic things and in the end everyone remembers their names. Salah satu contohnya penyanyi legendaris favoritku, Freddie Mercury.

Freddie Mercury ini adalah vokalis band terkenal Queen. Queen ini dulu adalah salah satu band yang terkenal banget di tahun 80 sampe 90an. Awal tahun 90an, si Freddie diketahui terkena sakit AIDS. But even though he was so sick, he kept on doing concerts, sampai pada akhirnya dia meninggal 6 minggu setelah dia keluarin album terakhir dia. Dan hebatnya lagi, salah satu lagu di album terakhirnya ada yang judulnya "The show must go on", as if he knew his time wouldn't last that much longer. 
Dan sampai sekarang pun, seperti judul lagu tadi, his show still goes on. Lagu-lagunya didengar oleh jutaan orang tiap harinya, walaupun dia udah meninggal 25 tahun lalu. He lived his life to the fullest and finished strong.

Beberapa tahun terakhir beberapa kenalan dan familiku ada yang meninggal. 2 tahun lalu supir yang udah kerja di keluargaku selama belasan tahun meninggal dunia dan di tahun yang sama sepupuku, dan tetanggaku waktu aku masih tinggal di Hamburg juga meninggal. Di tahun selanjutnya, omku dan tetanggaku di Berlin meninggal. Tahun ini, omaku meninggal dunia.
The closer you are to someone, the harder it hits when he/she is gone. I have a lot of memories of my grandma and I love her so much. Maka dari itu aku lebih merasa kehilangan ketika omaku meninggal, dibanding ketika tetanggaku yang aku baru kenal kurang lebih 1 tahun meninggal.

Tapi ada 1 pengalaman unik yang aku dapet yang ga bakal pernah aku lupain.

Beberapa minggu lalu aku pulang dari Indo ke Jerman. Karena aku naik pesawat Emirates, otomatis aku harus transit di Dubai dahulu sebelum akhirnya bisa ke Jerman. Sewaktu penerbanganku dari Jakarta ke Dubai, aku dapet tempat duduk di ruangan ke 2 untuk kelas ekonomi tetapi di deret paling belakang. Kebetulan aku duduk di tengah-tengah, di sebelah kananku seorang bule cewek yang ternyata asalnya dari Jerman dan di sebelah kiriku seorang bapak yang udah tua yang ternyata asalnya dari Indo.

Di pertengahan jalan si bapak itu tanya ke aku, "Do you speak bahasa?"
Ternyata dia nggak sadar kalo aku dari Indo juga, dia bilang ke aku kalo dia kira aku asalnya dari Jepang soalnya mukaku mirip-mirip dikit kaya orang Jepang.
Setelah si bapak tahu kalo aku juga orang indo, kita ngobrol banyak hal sewaktu perjalanan.

Dia cerita kalo dia punya 2 anak, yang satu umur 30 tinggal di USA, yang satunya lagi umur 25 tinggal di Belanda. Si Bapak ini asalnya dari Solo, tetapi sudah tinggal di Belanda lama, bahkan sudah jadi warga negara Belanda.
Dia kerja di sebuah perusahaan yang memproduksi spare parts mobil dan dia ada rencana untuk pensiun tahun depan.
Dan banyak hal2 lain yang dia ceritakan sewaktu kami di pesawat, sampai akhirnya kami tiba di Dubai.

Sewaktu di Dubai aku anterin dia ke Gate tempat dia boarding, soalnya airport Dubai itu besar banget! Kasihan aja sih soalnya si Bapak kan udah tua dan sendirian lagi.
Sesampainya di Gate tempat dia boarding si Bapak suruh aku add facebook dia.
"Nanti kalau kamu suatu hari pergi ke Belanda hubungin saya saja. Nanti bisa saya antar jemput." kata dia ke aku.

Akhirnya setelah itu kami berpisah. 4 hari kemudian aku dapet notification dari facebook kalau friend requestku udah diterima sama si bapak.
And then you know, 2 days later, si Bapak meninggal dunia.
Di timelineku ada banyak orang yang tulis di wall facebook si bapak dengan kata2 "Sugeng Tindhak" yang artinya selamat jalan. Si Bapak yang beberapa hari lalu masih sehat tiba-tiba meninggal.

Baru kali ini aku kenalan sama 1 orang, nggak ada 1 minggu orang tersebut meninggal dunia.
Walaupun aku nggak terlalu deket dengan si Bapak, tapi aku yakin aku nggak bakal lupa dengan si Bapak ini.

We don't live forever, I know you know this. But do you truly understand what it means?
Because if you did, you'd appreciate every single person in your life.


End of story. 

Wednesday, May 25, 2016

Monyet lu !!

Monyet....hmmm monyet...

Kenapa monyet dikasih nama monyet?
Mungkin karena monyet berpenampilan dan bertingkah laku seperti monyet pada umumnya kali ya?

Entah kenapa kata "monyet" ini di dalam bahasa Indonesia diasosiasikan dengan hal2 yang nggak serius atau cuman main2. Banyak dari kita bahkan mengasosiasikan kata "monyet" ini dengan ketidak sempurnaan, contoh: Kalo misal ada orang ngatain kamu "Lu kaya monyet!", orang itu secara tidak langsung ingin bilang kalau penampilan atau muka kamu tidak sempurna, alias mirip monyet.

Ada juga sebuah ungkapan di bhs Indo yang menggunakan kata monyet, yaitu cinta monyet.

Cinta monyet.....seperti monyet2 pada umumnya, tidak serius, cuman main-main, dan tidak sempurna.
Di buku Raditya Dika yang judulnya Cinta Brontosaurus, dia pernah bilang kalau cintanya anak-anak yang sering disebut cinta monyet itu lebih tulus daripada cintanya orang dewasa. Waktu kita dewasa, kita nggak bisa segampang itu jatuh cinta pada seseorang, selalu ada banyak pertimbangan. Status sosial, ras, tingkat kemapanan seakan-akan menjadi lebih prioritas daripada esensi dalam diri seseorang itu sendiri.

Beda dengan cinta monyet, cinta yang orang-orang bilang cuman main-main dan tidak sempurna ini ternyata lebih tulus drpd cinta orang dewasa. I LIKE YOU JUST BECAUSE IT'S YOU 
Maka dari itu si Raditya Dika menyebut cintanya orang dewasa dengan sebutan cinta brontosaurus, karena cinta monyet lebih "modern" daripada cinta orang dewasa.


Ngomong2 soal monyet, dulu aku juga pernah cinta monyet...
Iya, dulu aku pernah suka sama seseorang, sebut aja si "monyet"

Pertama kali kenal sama si monyet ini waktu kelas 8 SMP. Si monyet dulu kalau ke sekolah suka pakai rok yang panjangnya di bawah ketentuan sekolah, entah karena mau pamer atau supaya kakinya jadi adem.
Karena dulu waktu kelas 8 aku masih lugu dan alim banget (belum tercemar bokep dan hal-hal duniawi lainnya) tentu saja impresi pertamaku ttg si monyet kurang bagus. "Dasar monyet gak bener" was my very first impression of her. 

Si monyet ini ternyata seorang artis cilik seperti Joshua dan Tinatoon. Waktu SD dia pernah jadi anggota tetap di sebuah acara buat anak-anak dari sebuah stasiun TV. Acaranya itu tentang tutorial2 singkat keterampilan tangan seperti menggambar, menghias dsb. Biasanya si monyet duduk di ujung, terus di tengahnya ada om2 yang ngomong terus sepanjang acara, kemudian yang duduk di ujung yang lain adalah si boboho anak tetangga sebelah.... Iya, anak tetanggaku sendiri.
Mungkin si monyet ga pernah tahu kalau aku pernah muncul di acaranya dia 1x. Waktu itu sekolahku lagi promosi di acara tersebut. Nah di salah satu segmen ada pertunjukan seni bela diri Wushu. Kebetulan di sekolahku ada ekstra kulikuler Wushu, dan dulu aku tertarik untuk ikut ekstra kulikuler tersebut. Di sekolahku dulu ada adik kelas yang jago Wushu banget. Pokoknya kalo udah pegang golok langsung was wis wus deh. Nah di segmen Wushu tersebut, ceritanya si adik kelas jadi jagoannya ( karena emang paling jago) dan kakak2 kelasnya (termasuk aku) jadi sidekick nya. Akhirnya si adik kelas yang bisa pamer golok jadi terlihat keren, sedangkan kakak2 kelas yang cuman pakai tangan kosong cuman bisa pamer jurus2 yang cupu punya. Sedih amat yak dulu jadi kakak kelas yang tertindas. 

Kembali lagi ke cerita awal, waktu pun terus berjalan, dan lama-lama aku jadi mulai suka sama monyet. Kenapa bisa suka? Aku juga nggak tahu. Aku suka sama si monyet karena monyet adalah monyet.

Dulu karena aku suka sama si monyet, aku jadi mulai ngikutin gaya hidup si monyet. Dulu gara-gara si monyet punya friendster, aku jadi ikutan bikin friendster. Dulu waktu si monyet lagi suka boyband bersuara fales, aku jadi ikut2an dengerin lagu2 boyband fales tersebut. ( walaupun sebenernya gak suka). Bahkan dulu aku juga sempet ikut ekstra kulikuler bahasa mandarin karena si monyet juga ambil ekstra kulikuler tersebut (walaupun waktu itu gak ada interest belajar bhs mandarin). She became my motivation and reason in doing something new.

Till one day, she told me that she liked someone else.... I was so jealous and sad. And I was stupid enough to confess my feelings to her even though I knew what the answer would be. Long story short, I was rejected.

Of course I was sad. I was down for a few months because of that. 
But after overcoming brokenheart, si monyet dan aku mulai jadi sahabatan, bahkan sampai sekarang. That was a precious experience because from that event, I found my life time best friend. 

If you asked me how I describe her in my eyes, well maybe this song could describe her best...  


"Cold Coffee" by Ed Sheeran

She's like cold coffee in the morning
I'm drunk off last nights whisky and coke
She'll make me shiver without warning
And make me laugh as if I'm in on the joke

And you could stay with me forever...
Or you could stay with me for now...

Friday, May 13, 2016

The Marks Humans Leave Are Too Often Scars


Hampir semua orang terobsesi untuk meninggalkan "marks" sebelum mereka meninggalkan dunia ini. Glory, heroic story, legacy, or maybe fame. They want to be remembered.

Tapi sebagus apapun pencapaian kita di dunia ini, what we leave behind are too often scars.
The scars of being left behind, the scars of the painful memories....selama kita hidup sadar atau tidak kita selalu menyakiti orang lain.

Beberapa hari ini aku lagi sibuk banget karena tugas, pr dan materi2 kuliah yang nggak ada habisnya. Dan ada 1 tugas yang makan waktu dan pikiran banget yaitu tugas dari modul yang namanya "Konstruktion 2". Jadi dari tugas ini aku harus mendesign dari 0 sejenis mesin katrol untuk mengangkat benda berat. Kalu mau tahu, mendesign sebuah mesin itu sangat-sangat-sangat susah karena ada banyak banget detail2 yang harus diperhatiin. Untuk mendesign sebuah mobil contohnya, paling nggak ada puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu perhitungan dan detail2 yang harus diperhatiin, yang kemudian juga harus memperhitungkan kemungkinan2 yang bisa terjadi ketika product mobil yang kita design sudah beredar di masyarakat. Pokoknya ribet banget dan nggak berujung masalah2 yang muncul.

Untungnya tugas yang 1 ini dikerjain berdua, kebetulan aku dapet partner orang jerman, namanya Dominik. Kami punya waktu kira2 3 minggu untuk ngerjain tugas tersebut. Setelah kira-kira 2 minggu kita ngerjain bareng tugas itu, akhirnya 50% dari tugas itu udah selesai.
Tepat seminggu sebelum deadline tugas itu, aku pergi tanya ke seorang Tutor hal2 seputar tugas tersebut. Ternyata ada kesalahan fatal di bagian awal konstruksi kami, dan mau nggak mau kami harus ulang lagi dari awal.

Karena deadline tinggal seminggu otomatis aku jadi khawatir banget, dan ujung2nya stress sendiri.
Dan justru di waktu2 kritis kaya gini, si Dominik susah diajak ketemuan buat bikin tugas. Alesannya banyak, gara2 tugas lah, gara2 ketemu orang tua lah, pokonya jago bullshitting gitu deh.

Karena stressku udah mencapai puncak, akhirnya aku bilang ke dia lewat whatsap.
"Must be good ha....doing nothing but get the same score as the one who do the most work"
He only read it and didnt repply. what a jerk

And what hurt me the most, temen-temen semua gak ada mau bantuin bikin tugas itu. Alasannya banyak, sibuk lah, kerja lah. Padahal selama ini waktu mereka butuh bantuan, aku selalu sempatin buat bantuin mereka, walaupun sibuk pun aku masih mau bantuin mereka.

Most people are there only when they need you. but when you need them the most, they're gone.
It's stupid how people forget all your kindness but remember all your faults.

Just like what I said at the beginning, humans want to be remembered after they die, but most of them are stupid and do it the wrong way.